Pages

Subscribe:

Salam Pembuka

Labels

Sabtu, 24 Desember 2011

SEJARAH NASYIAH

Berdirinya Nasyi'atul Aisyiyah (NA) juga tidak bisa dilepaskan kaitannya dengan rentang sejarah Muhammadiyah sendiri yang sangat memperhatikan keberlangsungan kader penerus perjuangan. Muhammadiyah dalam membangun ummat memerlukan kader-kader yang tangguh yang akan meneruskan estafet perjuangan dari para pendahulu di lingkungan Muhammadiyah.



Gagasan mendirikan NA sebenarnya bermula dari ide Somodirdjo, seorang guru Standart School Muhammadiyah. Dalam usahanya untuk memajukan Muhammadiyah, ia menekankan bahwa perjuangan Muhammadiyah akan sangat terdorong dengan adanya peningkatan mutu ilmu pengetahuan yang diajarkan kepada para muridnya, baik dalam bidang spiritual, intelektual, maupun jasmaninya.

Gagasan Somodirdjo ini digulirkan dalam bentuk menambah pelajaran praktek kepada para muridnya, dan diwadahi dalam kegiatan bersama. Dengan bantuan Hadjid, seorang kepala guru agama di Standart School Muhammadiyah, maka pada tahun 1919 Somodirdjo berhasil mendirikan perkumpulan yang anggotanya terdiri dari para remaja putra-putri siswa Standart School Muhammadiyah. Perkumpulan tersebut diberi nama Siswa Praja (SP). Tujuan dibentuknya Siswa Praja adalah menanamkan rasa persatuan, memperbaiki akhlak, dan memperdalam agama.

Pada awalnya, SP mempunyai ranting-ranting di sekolah Muhammadiyah yang ada, yaitu di Suronatan, Karangkajen, Bausasran, dan Kotagede. Seminggu sekali anggota SP Pusat memberi tuntunan ke ranting-ranting. Setelah lima bulan berjalan, diadakan pemisahan antara anggota laki-laki dan perempuan dalam SP. Kegiatan SP Wanita dipusatkan di rumah Haji Irsyad (sekarang Musholla Aisyiyah Kauman). Kegiatan SP Wanita adalah pengajian, berpidato, jama'ah subuh, membunyikan kentongan untuk membangunkan umat Islam Kauman agar menjalankan kewajibannya yaitu shalat shubuh, mengadakan peringatan hari-hari besar Islam, dan kegiatan keputrian.

Perkembangan SP cukup pesat. Kegiatan-kegiatan yang dilakukannya mulai segmented dan terklasifikasi dengan baik. Kegiatan Thalabus Sa'adah diseleng-gerakan untuk anak-anak di atas umur 15 tahun. Aktivitas Tajmilul Akhlak diadakan untuk anak-anak berumur 10-15 tahun. Dirasatul Bannat diselenggarakan dalam bentuk pengajian sesudah Maghrib bagi anak-anak kecil. Jam'iatul Athfal dilaksanakan seminggu dua kali untuk anak-anak yang berumut 7-10 tahun. Sementara itu juga diselenggarakan tamasya ke luar kota setiap satu bulan sekali.

Kegiatan SP Wanita merupakan terobosan yang inovatif dalam melakukan emansipasi wanita di tengah kultur masyarakat feodal saat itu. Kultur patriarkhis saat itu benar-benar mendomestifikasi wanita dalam kegiatan-kegiatan rumah tangga. Para orang tua seringkali melarang anak perempuannya keluar rumah untuk aktifitas-aktifitas yang emansipatif. Namun dengan munculnya SP Wanita, kultur patriarkhis dan feodal tersebut bisa didobrak. Hadirnya SP Wanita sangat dirasakan manfaatnya, karena SP Wanita membekali wanita dan putri-putri Muhammadiyah dengan berbagai pengetahuan dan ketrampilan.

Pada tahun 1923, SP Wanita mulai diintegrasikan menjadi urusan Aisyiyah. Perkembangan selanjutnya, yaitu pada tahun 1924, SP Wanita telah mampu mendirikan Bustanul Athfal, yakni suatu gerakan untuk membina anak laki-laki dan perempuan yang berumur 4-5 tahun. Pelajaran pokok yang diberikan adalah dasar-dasar keislaman pada anak-anak. SP Wanita juga menerbitkan buku nyanyian berbahasa Jawa dengan nama Pujian Siswa Praja. Pada tahun 1926, kegiatan SP Wanita sudah menjangkau cabang-cabang di luar Yogyakarta.

Pada tahun 1929, Konggres Muhammadiyah yang ke-18 memutuskan bahwa semua cabang Muhammadiyah diharuskan mendirikan SP Wanita dengan sebutan Aisyiyah Urusan Siswa Praja. Pada tahun 1931 dalam Konggres Muhammadiyah ke-20 di Yogyakarta diputuskan semua nama gerakan dalam Muhammadiyah harus memakai bahasa Arab atau bahasa Indonesia, karena cabang-cabang Muham-madiyah di luar Jawa sudah banyak yang didirikan (saat itu Muhammadiyah telah mempunyai cabang kurang lebih 400 buah). Dengan adanya keputusan itu, maka nama Siswa Praja Wanita diganti menjadi Nasyi'atul Aisyiyah (NA) yang masih di bawah koordinasi Aisyiyah.

Tahun 1935 NA melaksanakan kegiatan yang semakin agresif menurut ukuran saat itu. Mereka menga-dakan shalat Jum'at bersama-sama, mengadakan tabligh ke berbagai daerah, dan kursus administrasi. Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan aktifitas yang tidak wajar dilaksanakan oleh wanita pada saat itu.

Pada Konggres Muhammadiyah ke-26 tahun 1938 di Yogyakarta diputuskan bahwa Simbol Padi menjadi simbol NA, yang sekaligus juga menetapkan nyanyian Simbol Padi sebagai Mars NA. Perkembangan NA semakin pesat pada tahun 1939 dengan diseleng-garakannya Taman Aisyiyah yang mengakomodasikan potensi, minat, dan bakat putri-putri NA untuk dikem-bangkan. Selain itu, Taman Aisyiyah juga menghimpun lagu-lagu yang dikarang oleh komponis-komponis Muhammadiyah dan dibukukan dengan diberi nama Kumandang Nasyi'ah.

Pada masa sekitar revolusi, percaturan politik dunia

yang mempengaruhi Indonesia membawa akibat yang besar atas kehidupan masyarakat. Organisasi NA mengalami kemacetan. NA hampir tidak terdengar lagi perannya di tengah-tengah masyarakat. Baru setelah situasi mengijinkan, tahun 1950, Muhammadiyah mengadakan Muktamar untuk mendinamisasikan gerak dan langkahnya. Muktamar tersebut memutuskan bahwa Aisyiyah ditingkatkan menjadi otonom. NA dijadikan bagian yang diistimewakan dalam Aisyiyah, sehingga terbentuk Pimpinan Aisyiyah seksi NA di seluruh level pimpinan Aisyiyah. Dengan demikian, hal ini berarti NA berhak mengadakan konferensi tersendiri.

Pada Muktamar Muhammadiyah di Palembang tahun 1957, dari Muktamar Aisyiyah disampaikan sebuah prasaran untuk mengaktifkan anggota NA yang pokok isinya mengharapkan kepada Aisyiyah untuk memberi hak otonom kepada NA. Prasaran tersebut disampaikan oleh Baroroh. Selanjutnya pada Muktamar Muham-madiyah di Jakarta pada tahun 1962, NA diberi kesempatan untuk mengadakan musyawarah tersendiri. Kesempatan ini dipergunakan sebaik-baiknya oleh NA dengan menghasilkan rencana kerja yang tersistematis sebagai sebuah organisasi.

Pada Sidang Tanwir Muhammadiyah tahun 1963 diputuskan untuk memberi status otonom kepada NA. Di bawah kepemimpinan Majelis Bimbingan Pemuda, NA yang saat itu diketuai oleh Siti Karimah mulai mengadakan persiapan-persiapan untuk mengadakan musyawarahnya yang pertama di Bandung. Dengan didahului mengadakan konferensi di Solo, maka berhasillah NA dengan munasnya pada tahun 1965 bersama-sama dengan Muktamar Muhammadiyah dan Aisyiyah di Bandung. Dalam Munas yang pertama kali, tampaklah wajah-wajah baru dari 33 daerah dan 166 cabang dengan penuh semangat, akhirnya dengan secara organisatoris NA berhasil mendapatkan status yang baru sebagai organisasi otonom Muhammadiyah.
Read More..

KEPRIBADIAN NASYIATUL 'AISYIYAH



MATAN DAN MISI KEPRIBADIAN NASYIATUL AISYIYAH

Kepribadian Nasyiatul Aisyiyah adalah keseluruhan jiwa raga yang dimiliki Nasyiatul Aisyiyah baik individu maupun jamaah, sebagai putri-putri islam yang berperan sebagai kader umat, kader persyarikatan dan kader bangsa yang tercermin dalam perbuatan, sikap dan akhlaknya. Secara utuh, matan kepribadiaan Nasyiah dapat diketahui sebagaii berikut:

1.    Hakekat dan Misi Nasyiatul Aisyiyah

        Nasyiatul Aisyiyah adalah organisasi otonom dan kader Muhammadiyah yang merupakan gerakan putri Islam, ialah menggerakkan putrid-putri Islam untuk memahami dan mengamalkan ajaran Islam serta mengajak dan mengarahkan orang lain sesuai dengan tuntunan Al Qur’an dan As Sunah menuju terbentuknya putrid Islamyang berakhlaqul karimah.
        Dengan gerakan tersebut Nasyiatul Aisyiyah bermaksud membina dan membentuk putri Islam yang berarti bagi agama, bangsa dan negara menuju terwujudnya masyarakat utama, adil dan makmur yang diridhoi Allah SWT. Dengan demikian Nasyiatul Aisyiyah senantiasa mengemban amanah sebagai kader umat, kader persyarikatan dan kader bangsa yang akan melangsungkan perjuangan umat Islam dan bangsa Indonesia melalui persyarikatan Muhammadiyah.
Kesemuanya itu dilaksanakan atas dasar musyawarah dengan senantiasa mengharap ridho Allah semata.

2.    Dasar Usaha dan Perjuangan Nasyiatul Aisyiyah

        Dalam melaksanakan usahanya menuju terbentuknya pribadi putri Islam yang berarti bagi agama, bangsa dan negara, serta menjalankan fungsinya sebagai kader umat, kader persyarikatan, dan kader bangsa, Nasyiatul Aisyiyah mendasarkan usaha dan perjuangannya diatas prinsip-prinsip yang terkandung dalam Muqodimah Anggaran Dasarnya, yaitu:

  1. Hidup manusia harus berdasar taukhid, ibadah dan tat kepada Allah SWT.
  2. Menunaikan kewajiban terhadap agama, bangsa dan negara serta rumah tangga, agar terwujud masyarakat yang indah bersih, suci dan makmur dibawah lindungan Tuhan Yang Maha Pengampun
  3. Berakhlaqul karimah, memuliakan agama, suka dan ikhlas bekerja karena Allah serta senantiasa berjuang dengan gembira
  4. Melancarkan Dakwah Islam, amar ma’ruf nahi munkar
  5. Melancarkan amal usaha dan perjuangan, serta meningkatkan funsi dan peran Nasyiatul Aisyiyah sebagai pelopor, pelangsung dan penyempurna perjuangan Muhammadiyah/ Aisyiyah

3.    Pedoman Usaha dan Perjuangan Nasyiatul Aisyiyah

        Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut diatas, maka segala usaha dan perjuangan Nasyiatul Aisyiyah dalam mencapai tujuannya, harus berpedoman kepada “ Berpegang teguh kepada Al Qur’an dan Al Sunnah bergerak  membentuk pribadi putrid Islam yang mampu membangun masyarakat utama, dengan menggunakan cara serta menempuh jalan yang diridhoi Allah SWT.”


4.    Sifat Nasyiatul Aisyiyah

        Berdasarkan pokok-pokok pikiran yang terdapat dalam (1) hakekat dan misi Nasyiatul Aisyiyah, (2) dasar usaha dan perjuangannya, (3) pedoaman usaha dan perjuangannya, maka Nasyiatul Aisyiyah memiliki  dan wajib  memelihara sifat-sifatnya  sebagai jamaah maupun pribadi, terutama sifat-sifat sebagai berikut:

  1. Beramal dan berjuang untuk terwujudnya pribadi putri Islam yang berakhlaqul karimah serta bertanggung jawab terhadap agama, bangsa dan negara serta rumah tangga.
  2. Menjadi pelopor, pelangsung dan penyempurna perjuangan Muhammadiyah
  3. Bersifat keagamaan, kemasyarakatan dan kepemudaan (keputrian)
  4. Mengindahkan segala hukum., undang-undang, peraturan serta dasar dan falsafah  negara yang sah
  5. Amar ma’ruf nahi munkar disegala lapangan dan menjadi teladan yang baik
  6. Bersifat adil serta korektif ke dalam dan keluar dengan bijaksana
Read More..